Jumat, 06 Januari 2012

MASRIL KOTO

MASRIL KOTO
Masril Koto adalah pendobrak kebekuan fungsi intermediasi industri perbankan di bidang pertanian. Bersama para rekannya, petani yang tak tamat sekolah dasar itu mendirikan Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKMA) Prima Tani di Nagari Koto Tinggi, Kecamatan Baso, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, pada 2007.
LKMA Prima Tani di Nagari Koto Tinggi itu menjadi cikal bakal program pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) nasional. Kini, lebih dari 300 unit LKMA telah berdiri di seantero Sumbar atas dorongannya.
Setiap hari, Masril berkeliling ke beberapa wilayah Sumbar dengan sepeda motor keluaran tahun 1997, yang disebutnya suka ”agak berulah sedikit” hingga kadang masuk-keluar bengkel.
Akibat sering berkeliling, Masril relatif sulit ”ditangkap”. Selama singgah dari satu tempat ke tempat lain itu, atas undangan kelompok tani, Masril selalu memotivasi agar LKMA didirikan sebagai solusi permodalan petani. Maka, dalam ranselnya tersimpan aneka perlengkapan penunjang aktivitas, seperti spidol, beragam contoh dokumen pendukung pendirian dan operasional LKMA, serta laptop.
”Laptop ini hadiah dari (ekonom) Faisal Basri, waktu kami undang ke Agam melihat LKMA,” kata Masril, yang mengaku bermodal keberanian untuk berhubungan dengan banyak orang. Segudang pengalaman dan orang dia temui dalam perjalanan yang menghabiskan biaya Rp 500.000 per bulan itu.
Perjalanan tersebut juga membuat dia jarang berkumpul dengan keluarga. Dalam sebulan hanya dua hari ia bersama istri dan anaknya di Nagari Tabek Panjang, Baso, Agam. Selebihnya, mereka berkomunikasi lewat telepon.
Proses panjang perjuangan Masril mendirikan LKMA diawali pada 2003. Sebagai petani, ia menanam padi serta membudidayakan jagung dan ubi jalar. Waktu itu ia ingin beralih menjadi petambak lele. Sampai suatu hari, ia bertemu seniman-petani Rumzi Sutan yang mendendangkannya lagu tentang cita-cita kemandirian petani.
Sejak itulah Masril bertekad memajukan petani. Ia lalu mengikuti sekolah lapangan (SL) petani dari Dinas Pertanian Sumbar di Nagari Tabek Panjang, Baso, Agam. Di sekolah lapangan itu, ia tersadar bahwa persoalan utama petani adalah permodalan. Hal ini tak bisa dipecahkan industri perbankan. Maka, tercetus ide untuk membuat bank petani, demi memenuhi kebutuhan mereka.
Di benak para petani pun relatif alergi terhadap pendirian koperasi. Jadilah ide Masril tak bersambut. ”Berdasarkan rapat evaluasi dan pengalaman kami selama ini, koperasi hanya menguntungkan para ketuanya,” ujar anak pertama dari delapan bersaudara ini.
Seusai mengikuti sekolah lapangan, ia mengumpulkan sejumlah rekan dan membentuk tim beranggotakan lima orang. Tugasnya, mencari tahu seluk-beluk pendirian bank petani. Tim itu dibekali dana pencarian informasi Rp 600.000. Mereka menemui para mantan pegawai bank, dinas terkait, dan mendatangi bank-bank umum.
”Saya ke (Kota) Bukittinggi mendatangi bank yang ada. Saya bilang ingin membuat bank, bisakah diberi pelatihan,” cerita Masril, yang dijawab para bankir itu, ”tak mungkin”.
Tahun 2006 mereka ke Padang guna mengikuti diskusi dari Yayasan Alumni Fakultas Pertanian Universitas Andalas (AFTA). Saat itu sisa dana pencarian informasi Rp 150.000, masih dipotong uang bukti pelanggaran (tilang) lalu lintas Rp 40.000 gara-gara salah membaca rambu lalu lintas.
Dalam diskusi yang dihadiri pejabat Bank Indonesia itu, Masril diberi tahu bahwa dana perbankan cukup banyak. Dana itu bisa dimanfaatkan untuk modal kelompok tani.
”Saya bilang, kami ingin modal itu untuk membuat bank. Saya tanya caranya,” kata Masril, yang diyakinkan bisa mendirikan LKMA. Sejak itu dia rajin membaca buah pikiran Mohammad Hatta, Sutan Sjahrir, dan Prof Mubyarto.
Modal mendirikan LKMA diperoleh lewat penjualan saham Rp 100.000 per lembar kepada ratusan petani. Awalnya banyak petani ragu. Mereka bingung. “Masak selembar kertas begini harganya Rp 100.000,” begitu pertanyaan umum dari petani. Namun, pelan-pelan mereka mengerti, dan semakin banyak petani kemudian ikut membeli saham.Setelah modal diperoleh, muncul masalah pembukuan. Mereka lalu mengikuti pelatihan konsultan dari Yogyakarta.
”Waktu itu ada LKMA di Kabupaten Pasaman yang sudah berdiri. Sewaktu kami mau belajar, ternyata harus membayar. Jadilah kami belajar langsung dari ahlinya,” kata Masril yang tak memungut uang jasa setiap kali berbagi pengalaman tentang LKMA.
Beragam produk tabungan atau pinjaman berbasis kebutuhan langsung petani secara spesifik ditelurkan LKMA, seperti tabungan ibu hamil, tabungan pajak motor untuk pengojek, dan tabungan pendidikan anak.
Tahun 2007, Menteri Pertanian Anton Apriyantono meresmikan LKMA Prima Tani. Ia tercenung mendengar cerita Masril. ”Kalau Pak Menteri bikin seperti yang saya lakukan, tentu hasilnya lebih cepat bagi petani,” ceritanya tentang pertemuan itu. Setelah itu, pemerintah meluncurkan program PUAP.
Perjuangan Masril bukan tanpa hambatan. Berbagai cibiran pun datang, juga dari keluarga. ”Kepada istri saya katakan, jika kita ikhlas mengerjakan sesuatu, Insya Allah ada balasannya,” kata Masril.
Hal itu terbukti. Tahun 2008 ia dikontrak perusahaan Jepang dengan gaji Rp 2,5 juta per bulan. Kini, ia menjadi konsultan perusahaan Belanda bergaji Rp 3,5 juta sebulan.
Masril bertahan memajukan petani sebab ia tak ingin mereka terus-menerus dieksploitasi, terutama saat menjelang pemilihan umum. Kini, ia menyiapkan pembentukan lembaga bernama Lumbung Pangan Rakyat. Targetnya, mengganti peran Bulog yang tak bertugas menurut fungsi yang diamanatkan.
”Lumbung Pangan Rakyat sudah saya uji coba, tetapi masih memerlukan penyempurnaan. Tunggu saja, petani sudah punya kelompok tani sebagai ’perusahaan’, LKMA sebagai ’bank’, dan Lumbung Pangan Rakyat sebagai ’Bulog’-nya,” kata Masril bersemangat.
Masril Koto juga membuat program “Gerakan Sejuta Buku untuk Petani”. Menurutnya ini adalah sebuah gugatan karena buku sudah masuk menjadi ranah insdustri. Petani kesulitan mendapatkan akses buku karena harganya tidak terjangkau. Dia berpikir kalau ada satu orang saja yang menyumbangkan bukunya untuk petani, pasti petani terbantu.
Ternyata idenya ini mendapat respon baik. Banyak sekali yang menyumbangkan buku dan menghubungi Masril untuk menyalurkan buku-buku itu ke petani.
Dedikasi Masril mendapat dua penghargaan pada tahun 2010, yaitu “Danamon Award” dan “Indonesia Berprestasi Award”. Dia mengaku terkejut ketika tiba-tiba dihubungi panitia seleksi kedua penghargaan tersebut. Dia mengaku tidak tahu menahu tentang keduanya. Tapi ketika tim seleksi mendatangi kampungnya dan melakukan penilaian, dia tetap tampil apa adanya. Melakukan kegiatan seperti biasa dan malah mengajak para panitia tim seleksi turun langsung ke pelosok-pelosok desa.

Sumber :
· http://www.balebengong.net/kabar-anyar/2011/02/24/masril-koto-berbagi-cerita-keberhasilan-dari-padang.html

· http://indonesiaproud.wordpress.com/2010/06/29/masril-koto-pendiri-lembaga-keuangan-mikro-agribisnis-lkma-prima-tani-dan-konsultan-perusahaan-belanda-yang-tidak-lulus-sd/

TINGKAT KEMISKINAN DI ACEH

PERSENTASE PENDUDUK MISKIN ACEH TAHUN 2010 – 2011 MENGALAMI PENURUNAN

Persentase penduduk miskin (penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan) di Aceh pada tahun 2011 sebesar 19,57 persen. Angka ini menurun dibandingkan dengan tahun 2010 yang sebesar 20,98 persen.
Penurunan persentase penduduk miskin tersebut terjadi di daerah perkotaan dan perdesaan.
Pada periode 2010 - 2011, Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) menunjukkan kecenderungan menurun. Ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit

1. Perkembangan Penduduk Miskin di Aceh, 1999 - 2010

Jumlah penduduk miskin di Provinsi Aceh selama periode 1999 – 2002 meningkat dari 14,75 persen menjadi 29,83 persen, peningkatan penduduk miskin tersebut dipengaruhi oleh terjadinya krisis ekonomi yang dimulai pada tahun 1997. Peningkatan tertinggi terjadi pada periode 2001 – 2002 yaitu dari 19,20 persen menjadi 29,83 persen. Hal ini dimungkinkan karena pada periode tersebut terjadi kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok, yang digambarkan oleh inflasi sebesar 16,67 persen pada tahun 2001 dan 10,14 persen pada tahun 2002. Sedangkan dalam periode berikutnya secara perlahan jumlah penduduk miskin mengalami penurunan, kecuali pada 2004 – 2005 sedikit meningkat yaitu dari 28,37 persen menjadi 28,69 persen. Selama periode 2006 – 2008 persentase penduduk miskin Aceh mengalami penurunan yaitu dari 28,28 persen pada tahun 2006 menjadi 23,53 persen pada tahun 2008.
Pada tahun 2009 – 2010 persentase penduduk miskin di daerah perdesaan masih lebih tinggi daripada daerah perkotaan. Selama periode tersebut persentase penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami penurunan dari 24,37 persen menjadi 23,54 persen, sementara di daerah perkotaan berkurang dari 15,44 persen menjadi 14,65 persen.

2. Perkembangan Penduduk Miskin di Aceh Maret 2010 – Maret 2011

Persentase penduduk miskin Provinsi Aceh pada bulan Maret 2011 sebesar 19,57 persen. Jika dibandingkan dengan persentase penduduk miskin pada Maret 2010 yang sebesar 20,98, berarti persentase penduduk miskin turun sekitar 1,41 persen. Penurunan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan yaitu masing-masing 1,67 persen dan 0,96 persen.

Penurunan jumlah penduduk miskin ini diduga karena terjadinya perubahan pola konsumsi masyarakat yang diakibatkan oleh sebagian besar perekonomian sudah mulai bergairah kembali khususnya sektor pertanian. Hal ini berkaitan dengan pemberian bantuan pemberdayaan kepada masyarakat terutama masyarakat miskin oleh pemerintah maupun lembaga non pemerintah.

Persoalan kemiskinan bukan hanya sekedar berapa jumlah dan persentase penduduk miskin, akan tetapi ada dimensi lain yang perlu diperhatikan yaitu tingkat kedalaman dan keparahan dari kemiskinan, yang mengukur rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk miskin terhadap garis kemiskinan.
Indeks Kedalaman Kemiskinan Aceh mengalami penurunan selama tahun 2010 – 2011 yaitu dari 4,11 menjadi 3,50. Sedangkan Indeks Keparahan Kemiskinan turun dari 1,26 menjadi 0,94 pada periode yang sama. Hal ini menggambarkan adanya perbaikan pada tingkat konsumsi masyarakat miskin, karena penurunan nilai kedua indeks ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin juga semakin menyempit.

Review Artikel" DPD usulkan pembentukan lembaga keuangan mikro pedesaan"

Tulisan yang akan saya review adalah artikel mengenai "DPD usulkan pembentukan lembaga keuangan mikro pedesaan". Anggota DPD-RI asal Bengkulu, Bambang Soeroso telah mengusulkan agar dibentuknya lembaga keuangan mikro di pedesaan di selurun wilayah Tanah Air untuk memberikan akses permodalan bagi masyarakat desa ke depan. Ia menjelaskan, tujuan pembentukan lembaga keuangan mikro di pedesaan itu adalah untuk mempermudah masyarakat desa mendapatkan permodalan untuk mengembangkan usahanya, sehingga perekonomian desa dapat meningkat sesuai yang harapkan.

Bambang Soeroso datang ke sejumlah kabupaten di Bengkulu untuk menyerap aspirasi masyarakat di daerah itu. Selanjurnya, aspirasi tersebut akan di sampaikan ke pihak terkait di Jakarta.

Namun, katanya, tugas DPD hanya sebatas mengusulkan ke DPR-RI. Selanjutnya disahkan atau tidak usulan yang diajukan DPD sudah menjadi hak dan kewenangan dari legeslatif.

Dalam kesempatan tersebut, Bambang juga mengungkapkan DPD-RI juga telah memperjuangkan anggaran perbaikan jalan nasional dan provinsi ditingkat nasional. Hal ini dilakukan karena kondisi jalan di Bengkulu, terutama jalan provinsi masih sangat prihatin karena hampir 60 persen kondisinya rusak parah. Akibatnya, pendistribusian barang ke beberapa daerah ini Bengkulu tidak dapat berjalan lancar sebagaimana yang diharapkan masyarakat. Ini berdampak terhadap biaya transportasi barang dan manusia di beberapa daerah di Bengkulu menjadi mahal. Karena itu, DPD terus memperjuangkan dana perbaikan jalan di Provinsi Bengkulu di APBN setiap tahunnya. Jika aktivitas masyarakat dapat berjalan lancar, maka secara tidak langsung akan berdampak terhadap peningkatkan ekonomi masyarakat baik di kota maupun di desa di wilayah tersebut.

Karena itu, DPD-RI secara terus menerus memperjuangkan agar dana APBN untuk perbaikan jalan nasional dan provinsi di Bengkulu setiap tahun terus meningkat. Dengan demikian, arus transportasi di daerah ini semakin mantap, katanya. (ANT-212/A023)

Jika lembaga keuangan mikro di pedesaan terbentuk, tentunya akan sangat bermanfaat untuk rakyat sehingga usaha mikro di pedesaan dapat tumbuh dan sekaligus dapat meningkatkan perekonomian di desa tersebut dan kesejahteraan masyarakat di desa tersebut. Dan sangat diharapkan program ini bukanlah hanya sekedar janji, tapi direalisasikan sesuai dengan ketentuan-ketentuannya. program ini dapat tumbuh dan berkembang dan menjadi pondasi bagi masyarakat pedesaan untuk membangun usahanya.

Link : http://smeindonesia.com/?p=2572

Kredit Cinta Rakyat

Apa lagi ini ?, sebuah tanda tanya yang besar ketika saya membaca berita ini “http://smeindonesia.com/?p=2333″. Apa bedanya dengan KUR yang pada tahap pelaksanaannya tidak mampu memnuhi target yang ditetapkan dengan alasan klasik para pengusaha tidak memiliki anggunan yang cukup, Atau mari belajar dari pengalaman Aceh yang mengeluarkan program PER dan yang terakhir Kredit Peumakmu Nanggroe yang ujung ujungnya gagal total.

Menurut pengamatan kami ada beberapa alasan kenapa kebanyakan program pemerintah di bidang bantuan keuangan untuk usaha kecil mengalami kegagalan antara lain:

1. Persepsi negatif ddalam masyrakat itu sendiri dimana kalau uang itu uang pemerintah maka uang tersebut tidak perlu dikembalikan, Hal ini dapat dilihat contohnya di banyak daerah.

2. Pemerintah bukan Lembaga keuangan yang tidak mampu melakukan proses lembaga keuangan pada umumnya, jadi sepatutnya kegiatan kegiatan seperti ini dipercayakan kepada bank dan lembaga keuangan lainnya yang secara langsung menyentuh rakyat kecil.

3. Bentuk angunan masih sama saja dengan perbankan yaitu harta tetap yang dimiliki oleh pengusaha yang bisa dikatakan tidak mampu disediakan oleh kebannyakan pengusah kecil padahal banyak contoh bentuk anggunan lainnya yang terbilang sukses dalam pelaksanaannya seperti misalnya metode yang dilaksanakan oleh Grameen bank dimana jaminannya merupakan jaminan kelompok.



Ada beberpa hal yang masih dianggap masalah oleh pemerintah dalam membatu usaha kecil dalam bidang keuangan yaitu suku bunga dan jaminan, diaman padakenyataannya dikebanykan lembaga keuangan mikro ini bukan masalah sama sekali karena suku bunga yang diterapkan di lembaga keuangan mikro terbilang cukup besar namun metode pembayaran yang diterapkan terbilang mudah dan mampu dilaksanakan oleh pengusa kecil, begitu pula dengan jaminan yang terikat kepada sertifikat harta tidak bergerak akan tetapi jaminan dapat berupa surat kendaraan bergerak dan bahkan dengan hanya jaminan kelompok.

Untuk pengusaha yang bergerak dalam bidak produksi dapat pula produk yang dihasilkan sebagai jaminannya. jadi masalah jaminan dalam lembaga keuangan mikro sangat fleksibel.

Pemerintah sebaiknya tidak turun langsung dalam melaksanakan apa yang menjadi tugas lembaga keuangan tapi percayakan kepada pihak yang memang melakukan kegiatan ini khususnya untuk pasar usaha kecil lebih dipercayakan kepada lembaga keuangan mikro. Karena masalah utama yang dihadapi sekarang ini adalah kurangnya uang beredar dalam segala kegiatan usaha kecil dan yang lebih serius masalahnya sangat kurangnya lembaga keuangan yang ada di masyarakat sehingga banyak pengusaha kecil tida mendapat akses kepada lembaga keuangan yang ada padahal masalah ini dijamin oleh pemerintah dalam undang undang no 20 tahun 2008 tentang usaha mikro, kecil dan menengah.

Iskandar Madjid
http://smeindonesia.com/?p=2335

KEMISKINAN DISEKITAR KITA

Kesejahterakan rakyat merupakan cita-cita bersama untuk mengujudkan masyarakat yang adil dan makmur, perputaran roda perekonomian masyarakat bisa lihat dari angka kemiskinan dan lapangan pekerjaan yang disediakan oleh pemerintah kepada rakyatnya.

mensejahterakan rakyat menjadi tugas utama pemerintah sebagaimana tertuang dalam UUD 1945. tetapi, 66 tahun Indonesia sudah merdeka, belum bisa menimalisir angka kemiskinan dan penggangguran. ini menjadi sebuah gambaran bahwa lemahnya peran pemerintah dalam menuntaskan angka kemiskinan.

Pada tahun 2011 masih sangat banyak masyarakat Aceh yang hidup dibawah garis kemiskinan, padahal PAD (pendapatan anggaran daerah)sangat melonjak naik,namun dana tersebut tidak tau kemana hilangnya.Ungkap seorang tokoh didesa Blangmee Kecamatan Lhoong Aceh Besar.beliau pernah dijanjikan akan diberikan subsidi,namun sampai sekarang subsidi tersebut belum pernah diterima juga.padahal beliau sangat mengharapkan bantuan tersebut,karna bisa membantu atau meringankan beban Rumah tangga,seperti minyak tanah.yang sekarang harganya bisa mencapai Rp 11,000 per liter.

Keluarga tersebut hanya mendapat pendapatan dari hasil persawahan,sedangkan hasil dari persawahan tidak bisa ditentukan,bisa saja gagal panen.jika hal itu terjadi maka keluarga mereka akan mengalami kesulitan dalam bidang SDM.karna mereka hanya berharap penghasilan dari persawahan.sedangkan bidang pekerjaan lain sangat minim diwilayah tersebut.

kepala desa (keucik) desa tersebut jiga menjelaskan tentang permasalahan subsidi yang sangat diharapkan warganya,namun malah yang ada cuma janji saja.malah pada 2011 kemaren kami pernah dijanjikan akan diberikan kompor gas beserta tabung gas,tapi sampai sekarang barang tersebut belum kami terima juga.kenapa cuma janji ? kata keucik.